Monday, November 18, 2013

Syawal-Puasa dan Sholat


Puasa Enam Hari di Bulan Syawal


 

Puasa enam hari di bulan Syawal dilakukan selama di bulan Syawal—bulan yang jatuh tepat setelah Ramadan. 


Adalah mustahabb untuk menjaga puasa ini karena di dalamnya terdapat pahala yang sangat besar.  Dengan menambahkan enam hari puasa di bulan Syawal terhadap puasa yang dilakukan di bulan Ramadan, akan didapatkan puasa setahun penuh, insya Allah.  Puasa-puasa ini bisa dilakukan secara berturut-turut atau dalam interval tertentu bahkan tersebar secara acak selama masih di bulan Syawal. 

 

Abu Ayyub t meriwayatkan bahwa Nabi e bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa penuh di bulan Ramadan diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, ia bagaikan orang yang telah berpuasa setahun penuh.” (Targhiib)

 

 

 


 


 


 


 

 

 

 


Salat al-‘Utaqa’ fi Syawwal


Sayyidina Syekh Abdul Qadir Jailani k

Dikutip dari Kitab Ghunya al-Talibin Li-Tariq al-Haq

 

Bismillahir rahmaanir rahiim

Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin wa sallim

 

Bagi mereka yang telah terbebas dari api neraka, terdapat salat sunnah yang dipelajari dari kitab tradisional sebagaimana Anas bin Malik t meriwayatkan bahwa Rasulullah e pernah bersabda,

 

“Jika seseorang melakukan salat 8 rakaat di bulan Syawal, baik siang maupun di malam hari, di setiap rakaat membaca surat al-Fatihah dan al-Ikhlash sebanyak 15 kali dan setelah selesai ia bertasbih kepada Allah I (sabbaha) 70 kali, lalu memohon berkah Allah I kepada Nabi Muhammad e (shalawat) 70 kali, maka Allah I yang mengutusku sebagai Rasul Penegak Kebenaran (bi’l-Haqqi Nabiyyan) akan membukakan kran hikmah (yanabi’ al-hikma) di hatinya, sehingga lidahnya dapat berucap dengan penuh hikmah dan mampu melihat penyakit di dunia ini dan mengetahui cara penyembuhannya.”

 

Jika seseorang melakukan salat sebagaimana yang telah kugambarkan tadi, ia tidak akan bangkit dari sujud terakhirnya sampai Allah I yang mengutusku sebagai Rasul Penegak Kebenaran (bi’l-Haqqi Nabiyyan) memberi ampunan, dan jika ia meninggal, ia akan meninggal sebagai syuhada yang telah dijamin akan diampuni oleh Allah I.

 

Tidak satu pun hamba Allah I yang melakukan salat ini dalam perjalanan tanpa dimudahkan perjalanannya sampai di tempat tujuannya.  Jika ia dibebani utang, Allah I akan melunasi utangnya, dan jika ia membutuhkan sesuatu, Allah I akan memenuhi kebutuhannya itu.

 

Tidak ada hamba Allah I yang melakukan salat ini yang tidak mendapat makhrafa di Taman Surga, bagi setiap huruf dan ayat yang dibaca.  Seseorang bertanya, “Apa itu makhrafa, Yaa Rasulullah e?”  Beliau lalu beranjak memberi penjelasan, “Istilah makhrafa merujuk pada suatu kebun di Taman Surga, bilamana seorang pengendara lewat selama ratusan tahun, ia tidak akan melewati satu bayangan pohon pun yang tumbuh di sana.”

 
ISNAD dari hadis di atas diberikan oleh Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jilani Ø, “Laporan ini disampaikan kepada kita dari  Syekh Abu Nasr Muhammad bin al-Banna’ Ø yang menyebut rantai transmisi (isnad) berikut ini: Abu ‘Abdi’llah al-Husain bin ‘Umar al-‘Allaf—Abu ‘l-Qasim al-Qadi (seorang hakim) –Muhammad bin Ahmad bin Shiddiq—Ya’qub bin ‘Abd ar-Rahman—Abu Bakar Ahmad bin Ja’far al-Marwazi—‘Ali bin Ma’ruf—Muhammad bin Muhammad —Yahya bin Syuaib-Hamid—Anas bin Malik t—Rasulullah saw.

No comments:

Post a Comment

*Untuk Kalangan Sendiri