Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Puasa enam hari di bulan Syawal dilakukan selama di bulan
Syawal—bulan yang jatuh tepat setelah Ramadan.
Adalah mustahabb untuk menjaga puasa ini karena di dalamnya terdapat pahala yang sangat besar. Dengan menambahkan enam hari puasa di bulan Syawal terhadap puasa yang dilakukan di bulan Ramadan, akan didapatkan puasa setahun penuh, insya Allah. Puasa-puasa ini bisa dilakukan secara berturut-turut atau dalam interval tertentu bahkan tersebar secara acak selama masih di bulan Syawal.
Abu Ayyub t meriwayatkan bahwa Nabi e bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa penuh di bulan
Ramadan diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, ia bagaikan orang yang
telah berpuasa setahun penuh.” (Targhiib)
Salat al-‘Utaqa’ fi Syawwal
Sayyidina Syekh Abdul Qadir Jailani k
Dikutip dari
Kitab Ghunya al-Talibin Li-Tariq al-Haq
Bismillahir rahmaanir
rahiim
Allahumma
shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin wa sallim
Bagi mereka yang telah terbebas
dari api neraka, terdapat salat sunnah yang dipelajari dari kitab tradisional
sebagaimana Anas bin Malik t meriwayatkan
bahwa Rasulullah e pernah
bersabda,
“Jika seseorang melakukan salat 8
rakaat di bulan Syawal, baik siang maupun di malam hari, di setiap rakaat
membaca surat al-Fatihah dan al-Ikhlash sebanyak 15 kali dan setelah selesai ia
bertasbih kepada Allah I (sabbaha)
70 kali, lalu memohon berkah Allah I kepada
Nabi Muhammad e (shalawat)
70 kali, maka Allah I yang
mengutusku sebagai Rasul Penegak Kebenaran (bi’l-Haqqi Nabiyyan) akan
membukakan kran hikmah (yanabi’ al-hikma) di hatinya, sehingga lidahnya
dapat berucap dengan penuh hikmah dan mampu melihat penyakit di dunia ini dan
mengetahui cara penyembuhannya.”
Jika seseorang melakukan salat
sebagaimana yang telah kugambarkan tadi, ia tidak akan bangkit dari sujud
terakhirnya sampai Allah I yang
mengutusku sebagai Rasul Penegak Kebenaran (bi’l-Haqqi Nabiyyan) memberi
ampunan, dan jika ia meninggal, ia akan meninggal sebagai syuhada yang telah
dijamin akan diampuni oleh Allah I.
Tidak satu pun hamba Allah I yang
melakukan salat ini dalam perjalanan tanpa dimudahkan perjalanannya sampai di
tempat tujuannya. Jika ia dibebani
utang, Allah I akan
melunasi utangnya, dan jika ia membutuhkan sesuatu, Allah I akan
memenuhi kebutuhannya itu.
Tidak ada hamba Allah I yang
melakukan salat ini yang tidak mendapat makhrafa di Taman Surga, bagi
setiap huruf dan ayat yang dibaca.
Seseorang bertanya, “Apa itu makhrafa, Yaa Rasulullah e?” Beliau lalu beranjak memberi penjelasan,
“Istilah makhrafa merujuk pada suatu kebun di Taman Surga, bilamana
seorang pengendara lewat selama ratusan tahun, ia tidak akan melewati satu
bayangan pohon pun yang tumbuh di sana.”
No comments:
Post a Comment